Langsung ke konten utama

Arsitektur Kolonial dan Konservasi



Arsitektur Kolonial dan Upaya Konservasi Cagar Budaya Bangunan
PT. Samudera Indonesia Tbk di Kotatua Jakarta

Oleh
Ary Sulistyo[1]


1.    Arsitektur Kolonial
Arsitektur era kolonial adalah arsitektur bangunan yang berkembang  pada masa koloniali Belanda di Indonesia hingga pada masa awal kemerdekaan. Arsitektur bangunan sangat terpengaruh oleh modernisme yang berkembang di Belanda. Pengaruh ini dibawa oleh arsitek Indonesia yang menempuh pendidikannya di Belanda terutama aliran perancangan arsitektur Delft dan De Stijl. Arsitektur kolonial tidak sepenuhnya meniru persis seperti yang ada di Belanda. Terdapat penyesuaian terhadap iklim tropis yang mengakibatkan penyesuaian bentuk terhadap bentuk keseluruhan bangunan maupun elemen-elemen bangunan. Menurut buku “Masa Lalu dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia” yang ditulis oleh Peter J. M. Nas (2009: 123), ciri khas ini terlihat pada jendela crossbar yang dihias dengan anyaman rotan sebagai ventilasi. Seperti yang terlihat pada Rumah Reinier de Klerk yang sekarang berfungsi sebagai Arsip Nasional Republik Indonesia.


Salah Satu Arsitektur Bangunan Belanda di Indonesia pada abad 17 M
(pada mulanya Rumah Tinggal Gubernur Jendaral VOC bernama Reiner de Klerk kini Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajahmada, Jakarta Pusat)

Peter J.M. Nas (2009: 134) menyebutkan bahwa pusat-pusat kota mengalami perkembangan pesat dengan orang-orang Eropa yang menghuni di dalamnya. Pengaruh yang dibawa oleh Eropa terlihat pula pada bangunan-bangunan yang dihasilkan arsitek-arsitek Belanda. Salah satunya adalah F. J. L. Ghijsels dari firma AIA (Algemeen Ingenieurs en Architectenbureau). Karakter dari desainnya yaitu kesan simetri, rincian detail yang halus, dan hiasan Art Deco dengan motif-motif yang khas. Berbagai karya rancangan Ir. F.J.L. Ghijsels yang memiliki fungsi sebagai kantor mulai dari ketika dia bekerja di BOW (Burgelijke Openbare Werken) dan AIA Bureau. Terdapat beberapa karakteristik yang menekankan bahwa bangunan-bangunan tersebut merupakan hasil rancangan dari Ir.F.J. L. Ghijsels. Contoh dari karya Ghijsels yaitu KPM Agency Office dan kantor Internationale Crediet-en Handelsvereeniging “Rotterdam.”


Stasiun BEOS

KPM Agency Office
Beberapa karya arsitektur rancangan Ir. F.J.L.  Ghijsel 
(pada awal abad 20 M) di Kawasan Kotatua Jakarta

Upaya penyelamatan Bangunan Cagar Budaya berupa tindakan konservasi terhadap bangunan kantor PT. Samudera Indonesia, Tbk. dapat dilakukan untuk mencegah hilangnya nilai-nilai budaya yang telah dimiliki baik secara fisik maupun fungsional pada bangunan. Dengan kondisi bangunan kantor PT. Samudera Indonesia, Tbk. sekarang ini, perlu diketahui bagaimana upaya konservasi yang sesuai untuk diterapkan berdasarkan kelas Bangunan Cagar Budaya tersebut serta pengaruhnya terhadap kesatuan Kawasan Kotatua. Pertanyaan dari penelitian berdasarkan penjabaran perumusan permasalahan pada penelitian ini adalah “Apa upaya konservasi yang sesuai untuk diterapkan pada bangunan kantor PT. Samudera Indonesia, Tbk.?” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya konservasi yang sesuai untuk diterapkan pada bangunan kantor PT. Samudera Indonesia, Tbk.

2.      Bangunan Kantor PT. Samudera Indonesia, Tbk di Kotatua
Bangunan kantor PT. Samudera Indonesa, Tbk terletak di Jalan Kali Besar Barat no. 43, Kelurahan Roa Malaka, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Bangunan ini adalah salah satu bangunan yang membentuk karakter kawasan Kalibesar sebagai CBD di awal abad ke-20 di Kotatua. Pada mulanya adalah kantor Office Premises, Maintz & Co yang dibangun pada tahun 1920 oleh Arsitek Ir. F.J.L. Ghijsels dengan luas bangunan 1.276 m2. Bangunan 2 (dua) lantai ini bergaya arsitektur Art Deco dengan canpuran Amsterdam School, dengan struktur dinding pemikul dari tembok bata dan lantai beton ini dalam keadaan yang memprihatinkan. Bagian depan berupa bangunan kantor dan bagian belakan mungkin dahulunya adalah gudang. Sayap utara bangunan rubuh pada tahun 2005 sehingga bangunan tidak dipergunakan lagi karena berbahaya. Pada sepanjang bagian depan bangunan terdapat arkade. Bangunan PT. Samudera Indonesia, Tbk telah ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya golongan A. Bangunan PT. Samudera Indonesia berada di Kawasan Cagar Budaya Kotatua Zona Inti/area dalam tembok kota (seluas 134 ha), yang semula merupakan kota kanal. Pada masa kemudian, yaitu pada akhir abad 18-19 M, kawasan Kalibesar merupakan bagian selatan/belakang kota (Benedenstad), yang pada akhir masa kolonial menjadi pusat bisnis (CBD) kota Batavia dengan konsentrasi perdagangan dan jasa pada daerah di sekitar sepanjang Jalan Kali Besar sedangkan pusat pemerintahan ada di Nieuw Batavia/Weltevreden (sekarang daerah sekitar Stasiun Gambir, Jakarta Pusat). 



 
Bangunan kantor PT. Samudera Indonesia, Tbk. berada di antara deretan bangunan perniagaan yang berada di sepanjang Jalan Kali Besar. Area di sepanjang Jalan Kali Besar ditempati sebagian besar oleh perniagaan. Kantor ini berada di dalam area dalam tembok kota (sesuai dengan Pergub No. 36/2014 tentang Rencana Induk Pengembangan Kawasan Kotatua). Lingkungan area Kawasan Kalibesar Barat dan Timur  ini merupakan aksis perniagaan yang memanfaatkan jalur air (kanal) pada jaman Kolonial Belanda. Pada Lingkungan area ini terdapat beberapa kategori Bangunan Cagar Budaya kelas A dan B.


  
Kantor PT. Samudera Indonesia, Tbk. yang berada di sepanjang Jalan Kali Besar bagian utara. Bangunan tersebut diapit oleh Batavia Hotel (sekarang bernama Riviera Hotel) dan Wahana Andamari (sekarang PT. Wira Pratama Kencana Security Guard). Sejarah penggunaan bangunan dapat terlihat dari denah bangunan yang memiliki beberapa kali perubahan bentuk dan pembagian area pada bangunan. Fungsi pada bangunan tersebut sejak awal dibangun hingga sekarang tetap berupa kantor. Walaupun tetap berperan sebagai kantor, kepemilikan dari kantor tersebut mengalami beberapa perubahan dan mempengaruh bentuk serta area pada bangunan. Pengguna bangunan berganti-ganti mulai dari NV. Maintz & Co. dan Perusahaan Pelayaran Jerman-Australia (No.44) (1868-1920), Handelsvennootschap (d/h NV Maintz & Co.) (1920-1959), NV ISTA (Internationale Scheepvaart en Transport Agenturen) (1940-an-1953), PT. Samudera Indonesia (1964-sekarang). Bangunan 2 (dua) lantai ini memiliki struktur rangka dan lantai beton ini dalam keadaan yang memprihatinkan. Area bagian depan berupa bangunan kantor dan bagian belakang merupakan area back of the house. Sayap utara bangunan rubuh pada tahun 2005 sehingga bangunan tidak dipergunakan lagi karena berbahaya. Pada sepanjang bagian depan bangunan terdapat arkade yang saat ini tidak lagi utuh karena runtuhnya sayap utara bangunan.


Gedung PT. Samudera Indonesia, Tbk di Kawasan Kalibesar 
Kotatua Jakarta


3.     Analisa Upaya Konservasi Bangunan   

1. Analisa dan Kajian Konservasi. Bangunan mengalami berbagai perubahan baik secara struktural maupun   arsitektural. Bangunan bermula dari shophouses kemudian direnovasi oleh Ir. F.J.L. Ghijsels menjadi desain yang menjadi karakteristik dari bangunan. Gaya pada bangunan terlihat dipengaruhi oleh karakteristik desain dari Ghijsels, adaptasi terhadap iklim tropis di Indonesia sebagai upaya adaptasi arsitektur Belanda dengan lingkungannya, serta langgam Art Deco yang terlihat pada elemen struktural dan arsitektural bangunan.

2. Konsep Konservasi. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, konsep konservasi yang diusulkan untuk dilakukan yaitu rekonstruksi, restorasi serta adaptive-reuse. Tindakan ini diusulkan berdasarkan atas pengamatan secara visual pada kondisi fisik bangunan, integrasi terhadap lingkungan sekitar, serta upaya pengembalian nilai-nilai bangunan yang telah hilang. Acuan yang dapat digunakan dalam pelaksanaan upaya konservasi yaitu berdasarkan bukti dokumentasi yang masih ada dari kondisi terakhir bangunan sebelum mengalami kerusakan. Tindakan dari konservasi ini dapat menggunakan pedoman berupa Undang-Undang  No.11 Tahun 2010, Perda DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999, “Guidelines Kotatua”, dan Buku “Pengantar Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa Kolonial.”

3. Identifikasi dan Diagnosis Kerusakan Bangunan. Pada bangunan, kerusakan yang terjadi berupa  hilangnya sebagian dari fasad bangunan beserta elemen yang terkait dengan fasad tersebut, rusaknya beberapa elemen dalam bangunan serta kerusakan pada struktur sayap utara bangunan. Selain itu, lantai tiga dari bangunan yang terletak pada sayap utara sudah tidak ada. Kerusakan yang cukup signifikan sangat mempengaruhi tampilan dari bangunan sehingga mengakibatkan hilangnya karakteristik dan identitas bangunan.

4. Inventarisasi dan Pemetaan Kerusakan Bangunan serta Rekomendasi Perbaikan Kerusakan. Inventarisasi dan pemetaan dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan dibahas berdasarkan komponen-komponen dari bangunan. Rekomendasi perbaikan yang diusulkan menggunakan “Guidelines for Rehabilitating Historic Buildings” yang tercantum dalam buku “Keeping Time.”



Ucapan Terima Kasih
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Saudari Stefani Levina atas ijin untuk menggunakan data dan mempublikasikannya. Adapun judul asli merupakan adaptasi dari skripsi saudari Stefani Levina (2016) Upaya Konservasi Bangunan Kantor PT. Samudera Indonesia, Tbk Kawasan Kotatua Jakarta. Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katholik Parahyangan, Bandung.




[1] Penulis berminat pada urban heritage dan dapat diemail di: sulistyo.ary26@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Islam di Nusa Tenggara Barat

MAKAM-MAKAM TUA DI PULAU SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT: ARKEOLOGI ISLAM DAN SEJARAH PEMUKIMAN Oleh: Tawalinuddin Haris [1] dan Ary Sulistyo [2] Pendahuluan: Bukti-bukti Makam Tua Penelitian ini berlokasi di Sumbawa Besar yang berada di makam Sultan-Sultan Sumbawa di Bukit Sampar dipinggiran Kota Sumbawa Besar, Makam di Desa Mama, Kecamatan Lape, dan Makam Karongkeng di Desa Karongkeng di Kecamatan Empang (Sumbawa Besar), dan Makam Datu Seran, Makam Datu Taliwang, dan Makam Datu Jereweh di Kabupaten Sumbawa Barat. Selain itu terdapat juga Makam Keramat Raja di Desa Selaparang, Kabupaten Pringgabaya, Lombok Timur, NTB. Pada penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 15 sampai dengan 25 Agustus tahun 2011 ini , lebih bersifat deskriptif, yakni berupa survei permukaan ( non digging research ) dimana hanya melihat situs yang insitu , b aik berdasarkan laporan-laporan terdahulu maupun yang ditemukan di lapangan. Penelitian ini melihat pada aspek kronologi/angka tahun pada

Kota Tua Jakarta

Kotatua Jakarta: Melangkah Menuju Urban Heritage   Peringkat Dunia [1] Oleh: Ary Sulistyo [2] Apa yang kita bayangkan jika mengunjungi kota tua-kota tua di Pulau Jawa seperti, Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya? Kesan pertama kita adalah warisan sejarah yang perlu dilestarikan untuk ilmu pengetahuan dan pariwisata. Kesan kedua adalah kesan kumuh, tidak terurus, dan bangunan nyaris bahkan roboh. Kesan kedua-lah penulis rasakan ketika berada di Kota Tua Jakarta; padahal pada awal tahun ini sudah terdaftar sebagai tentative list World Heritage UNESCO. Kota cerdas, kota tanggap bencana, dan masalah kota terkait isu-isu lingkungan sedang menjadi tren. Hampir setengah penduduk bumi menghuni di kota dan memberikan kontribusi hampir 70% Gas Rumah Kaca, serta urbanisasi yang akan mencapai 2 triliun jiwa pada tahun 2050. Hal ini tentunya akan menambah kerentanan kota terhadap perubahan iklim (Gad-Bigio, 2015: 113). Kota-kota di Indonesia khususnya Pulau Jawa, mayorita