Langsung ke konten utama

City Development and Sites Conservation


City Development and Sites Conservation: Case Studies Fish-Market Site and Warehouse-Citywall Site of Old-Town Jakarta, Indonesia

By
Ary Sulistyo[1]

Abstract
Kotatua Jakarta as origin of capital city of Indonesia. Kotatua Jakarta shown the city development and evolution from traditional city until colonial city in eastern world and as multi-ethnic city as well as acculturation with European cities planning in 16-18th century. Unfortunately, the negative impacts of physical development also resulting decreased the values of tangible heritage; Fish market Site and surrounding area (Vischmarkt) is occupied by a large Kampong and commercial activities which are not conducive to clear interpretation and conservation and have been cleared by revitalization programs in mid-2016. The plan to revitalize the historic area obtaining the resistance from local residents. Previously in 1995, the eviction of Warehouses Site (Graanpakhuizen) used as braze materials for road construction. The revitalization programs initiated from 1975’s considered not implemented properly. Therefore, often a process of gentrification rather than revitalization. The consultation with the revitalization authority/team, urban planning agencies and with local stakeholder business and resident communities is strongly advised. The important Cagar Budaya (heritage) listing should be reinforced to all stakeholders and the sites protected by proper information and until the proposed works are ready to proceed. This reduces risk of vandalism, loss or major damage.


Keywords: Heritage, Kotatua, Gentrification, Conservation, Revitalization



[1] The author interested in heritage and can be email at: sulistyo.ary26@gmail.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Islam di Nusa Tenggara Barat

MAKAM-MAKAM TUA DI PULAU SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT: ARKEOLOGI ISLAM DAN SEJARAH PEMUKIMAN Oleh: Tawalinuddin Haris [1] dan Ary Sulistyo [2] Pendahuluan: Bukti-bukti Makam Tua Penelitian ini berlokasi di Sumbawa Besar yang berada di makam Sultan-Sultan Sumbawa di Bukit Sampar dipinggiran Kota Sumbawa Besar, Makam di Desa Mama, Kecamatan Lape, dan Makam Karongkeng di Desa Karongkeng di Kecamatan Empang (Sumbawa Besar), dan Makam Datu Seran, Makam Datu Taliwang, dan Makam Datu Jereweh di Kabupaten Sumbawa Barat. Selain itu terdapat juga Makam Keramat Raja di Desa Selaparang, Kabupaten Pringgabaya, Lombok Timur, NTB. Pada penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 15 sampai dengan 25 Agustus tahun 2011 ini , lebih bersifat deskriptif, yakni berupa survei permukaan ( non digging research ) dimana hanya melihat situs yang insitu , b aik berdasarkan laporan-laporan terdahulu maupun yang ditemukan di lapangan. Penelitian ini melihat pada aspek kronologi/angka tahun pada

Arsitektur Kolonial dan Konservasi

Arsitektur Kolonial dan Upaya Konservasi Cagar Budaya Bangunan PT. Samudera Indonesia Tbk di Kotatua Jakarta Oleh Ary Sulistyo [1] 1.      Arsitektur Kolonial Arsitektur era kolonial adalah arsitektur bangunan yang berkembang  pada masa koloniali Belanda di Indonesia hingga pada masa awal kemerdekaan. Arsitektur bangunan sangat terpengaruh oleh modernisme yang berkembang di Belanda. Pengaruh ini dibawa oleh arsitek Indonesia yang menempuh pendidikannya di Belanda terutama aliran perancangan arsitektur Delft dan De Stijl . Arsitektur kolonial tidak sepenuhnya meniru persis seperti yang ada di Belanda. Terdapat penyesuaian terhadap iklim tropis yang mengakibatkan penyesuaian bentuk terhadap bentuk keseluruhan bangunan maupun elemen-elemen bangunan. Menurut buku “ Masa Lalu dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia ” yang ditulis oleh Peter J. M. Nas (2009: 123), ciri khas ini terlihat pada jendela crossbar yang dihias dengan anyaman rotan sebagai ventilasi. Seperti y

Kota Tua Jakarta

Kotatua Jakarta: Melangkah Menuju Urban Heritage   Peringkat Dunia [1] Oleh: Ary Sulistyo [2] Apa yang kita bayangkan jika mengunjungi kota tua-kota tua di Pulau Jawa seperti, Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya? Kesan pertama kita adalah warisan sejarah yang perlu dilestarikan untuk ilmu pengetahuan dan pariwisata. Kesan kedua adalah kesan kumuh, tidak terurus, dan bangunan nyaris bahkan roboh. Kesan kedua-lah penulis rasakan ketika berada di Kota Tua Jakarta; padahal pada awal tahun ini sudah terdaftar sebagai tentative list World Heritage UNESCO. Kota cerdas, kota tanggap bencana, dan masalah kota terkait isu-isu lingkungan sedang menjadi tren. Hampir setengah penduduk bumi menghuni di kota dan memberikan kontribusi hampir 70% Gas Rumah Kaca, serta urbanisasi yang akan mencapai 2 triliun jiwa pada tahun 2050. Hal ini tentunya akan menambah kerentanan kota terhadap perubahan iklim (Gad-Bigio, 2015: 113). Kota-kota di Indonesia khususnya Pulau Jawa, mayorita